AL-QUR’AN DAN HADITS
I. PENDAHULUAN
Sebagaimana
telah kita ketahui bahwa Al-Qur`an adalah sumber pokok ajaran Islam
sekaligus menjadi pegangan seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Atas
dasar Al-Qur’an inilah Nabi menyelesaikan persoalan-persoalan yang
timbul dalam mayarakat Islam ketika itu. Penjelasan lebih lanjut dari
Al-Qur’an diperinci oleh Rasulullah SAW melalui Sunnahnya.
Al-Quran dan Nabi dengan sunnahnya merupakan dua hal pokok dalam ajaran Islam. Keduanya merupakan hal sentral yang menjadi ”jantung”
umat Islam. Karena seluruh hukum dan sumber keilmuan Islam terinspirasi
dari dua hal pokok tersebut. Oleh karenanya, sangat wajar dan logis
bila perhatian dan apresiasi terhadap keduanya melebihi perhatian dan
apresiasi terhadap bidang yang lain.
Dengan
memperhatikan uraian tersebur diatas, maka hal-hal yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah : Apa pengertian Al-Qur’an dan Hadits,
keistimewaan Al-Qur'an, bagaimana kehujjahan Al-Qur’an dan Hadits,
bagaimana kedudukan Al-Qur’an dan Hadits, dan apa saja macam-macam
Hadits itu.
II. AL-QUR'AN
A. Pengertian
Menurut
bahasa, kata Al-Qur’an adalah bentuk masdar yang berasal dari kata
qoro’a yang memiliki makna sinonim dengan kata qiro’ah, yaitu bacaan.
Menurut
istilah, Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dalam bahadsa arab, riwayatnya mutawattir. Oleh karena itu
terjemahan Al-Qur’an tidak disebut sebagai Al-Qur’an.
Para
ahli ilmu kalam berpendapat bahwa Al-Qur’an itu adalah lafal yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad mulai dari awal surah Al-Fatihah sampai
surah An-Nas, yang mempunyai keistimewaan-keistimewaan yang terlepas
dari sifat-sifat kebendaan.
Dr. A. Yusuf Al-Qosim memberukan definisi Al-Qur’an dengan menyebutkan identitasnya :
“Al-Qur’an
ialah kalam mu’jiz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang
tertulis dalam mushaf yang diriwayatkan dengan mutawattir, dan
membacanya adalah ibadah.”
Al-qur’an merupakan sendi fundamental dan rujukan pertama bagi semua dalil dan hukum syari’at.
Dari beberapa pengertian Al-Qur’an diatas maka dapat diketahui bahwa Al-Qur’an memiliki keistimewaan-keistimewaan yaitu :
1. Lafadz
dan maknanya datang dari allah swt, dan diwahyukan kepada Rosululloh
Saw melalui perantaraan malaikat jibril. Nabi tidak merubah kalimat
maupun pengertian (makna)nya, dan hanya menyampaikan apa yang beliau
terima. Oleh karena itu, tidak boleh meriwayatkan Al-Qur’an dengan
makna, inilah yang membedakan Al-Qur’an dengan Hadits Qudsy. Karena
Hadits Qudsy merupakan perkataan Nabi yang maknanya merupakan wahyu dari
Allah SWT.
2. Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab, sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : “Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya).”
Berdasarkan
hal tersebut, maka terjemahan Al-Qur’an kedalam bahasa lain tidak
disebut sebagai Al-Qur’an dan karenanya maka tidak sah sholat
menggunakan terjemahan Al-Qur’an.
3. Al-Qur’an
disampaikan/ diterima melalui jalan mutawattir, sehinnga menimbulkan
keyakinan dan kepastian akan kebenaranya. Dia dihafal dalam hati,
dibukukan dalam mushaf dan disebar luaskan keseluruh negeri.
Allah menjamin terpeliharanya Al-Qur'an dengan firman-Nya.
Artinya : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
C. Kehujjahan Al-Qur’an
Semua
ayat-ayat dalam Al-Qur’an merupakan hujjah yang dapat diterima secara
yakin. Alasan bahwa Al-Qur’an adalah hujjah bagi ummat manusia, dan
hukum-hukumnya merupakan undang-undang yang harus ditaati ialah : bahwa
Al-Qur’an itu diturankan dari sisi Allah SWT, dan di sampaikan kepada
umat manusia dengan jalan yang pasti, dan tidak terdapat keraguan
mengenai kebenarannya. Segala hukum yang bersumber dari Al-Qur’an merupakan hukum yang pasti dan tidak terdapat keraguan didalammya.
D. Kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber hukum pertama bagi ummat islam. Al-Qur’an merupakan sendi fundamental dan rujukan pertama bagi semua dalil dan hukum syari’at. Beberapa
ulama bahkan mengatakan bahwa Al-Qur'an merupakan satu-satunya sumber
hukum Islam, sedangkan semua sumber yang lain hanyalah bersifat
menjelaskan Al-Qur’an.
Terdapat
sejumah ayat didalam Al-Qur’an yang menetapkan sumber-sumber syari’ah
dan urutan prioritas sumber-sumber hukum tersebut. Salah satunya
terdapat dalam surah An-Nisa’ ayat 59 :
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan
Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran)
dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”
Mentaati
Allah dalam ayat ini menunjuk kepada Al-Qur’an, dan mentaati Rasul
menunjuk kepada Hadits. Ketaatan kepada Ulul Amri menjadi rujukan bagi
Ijma’, dan dagian terakhir dari ayat yang mengharuskan dikembalikannya
segala perselisihan kepada Allah dan Rasulnya menunjukkan keabsahan
Qiyas ketika tidak terdapat nash Al-Qur'an dan Hadits ataupun Ijma’.
Terdapat tiga macam hukum yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur'an, yaitu :
Ø Pertama,
hukum-hukum yang berkaitan dengan Akidah (keimanan), yang bersangkutan
dengan hal-hal yang harus dipercayai (diimani) oleh setiap muslim,
mengenai Zat-Nya, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Para Rosul-Nya,
segala ketetapan dan ketentuan-Nya, serta hari kemudian.
Ø Kedua,
hukum-hukum Allah yang bersangkutan dengan hal-hal yang harus dimiliki
oleh setiap muslim atau hal-hal yang harus dijadikan perhiasan oleh
setiap mukallaf (Akhlaqul Karimah), berupa hal-hal keutamaan dan
menghindarkan diri dari hal kehinaan.
Ø Ketiga,
hukum-hukum amaliyah yang bersangkutan dengan tindakan setiap mukallaf,
yang meliputi masalah perkataan, perbuatan, akad dan pembelanjaan
(pengelolaan harta benda). Macam yang ketiga ini merupakan Fiqhul
Qur’an.
Hukum amaliyah dalam Al-Qur'an terdiri dari dua cabang hukum, yaitu :
1. Hukum-hukum
Ibadah, seperti sholat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah dan
ibadah-ibadah lainnya yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan
Tuhannya.
2. Hukum-hukum
Muamalah, seperti : akad, pembelanjaan, hukuman, pidana, hutang-piutang
dan lain-lain yang tidak berkaitan dengan ibadah vertikal. Hukum
Muamalah mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya baik
perseorangan ataupun kelompok.
III. AL-HADITS/ AS-SUNNAH
A. Pengertian
Secara lughowiyah hadits berarti baru, hadits juga dapat diartikan “sesuatu yang dibicarakan dan dinukil.”
Menurut
istilah ahli hadits yang dimaksud dengan As-Sunnah adalah segala yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik yang berupa perkataan,
perbuatan, dan pengakuan/ ketetapan Rasulullah SAW, yang berposisi
sebagai petunjuk dan tasyri’.
Sedangkan
menurut istilah ahli ushul fiqh hadits adalah perkataan, perbuatan dan
penetapan yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw setelah kenabiannya.
Adapun perkataan, perbuatan dan penetapan beliau sebelum kenabiannya
tidak dianggap sebagai hadits.
B. Kehujjhan Hadits
Para ulama bersepakat bahwa sunnah merupakan sumber syari’ah yang ketentuan-ketentuannya sejajar dengan Al-Qur'an.
Hal ini jika hadits tersebut merupakan hadits yang mutawattir (shohih).
Hukum islam merupakan apa yang terkandung dalam Al-Qur'an menurut
penjelasan rosul melalui sunnahnya
Bukti tentang kehujjahan hadits sebagai sumber hukum didasarkan kepada beberapa ayat Al-Qur'an, diantaranya :
Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
C. Kedudukan Hadits
Kedudukan
hadits menurut urutan prioritas sumber-sumber hukum syari’ah berada
pada posisi kedua setelah Al-Qur'an. Seorang mujtahid tidak akan kembali
kepada hadits ketika membahas suatu kejadian, kecuali jika hal tersebut
tidak terdapat dalam Al-Qur'an.
Abdullah
bin Mas’ud Ra. mengatakan bahwa : siapa diantara kalian yang diminta
keputusannya, maka hendaklah ia memutuskan menurut Kitabullah. Jika
masalah yang dihadapi tersebut tidak terdapat sdalah Kitabullah, maka
hendaklah ia memutuskan menurut keputusan yang diambil oleh Rosululloh
Saw.
1. Adakalanya
hadits mengukuhkan hukum yang telah ada pada Al-Qur'an. Sehingga
permasalahan tersebut memiliki dua dasar hukum yang dapat dijadikan
hujjah. Seperti : perintah mendirikan sholat, puasa, zakat, haji, juga
larangan menyekutukan allah, membunuh dan lain-lain.
2. Adakalanya
hadits memperinci dan menjelaskan hal-hal yang telah ada pada
Al-Qur'an, atau mentakhshish hal hal yang terdapat dalam Al-Qur'an.
Seperti hadits fi’liyah tentang cara mendirikan sholat, manasik haji dan
sebagainya.
3. Adakalanya
hadits membentuk / menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam
Al-Qur'an. Misalnya, hadits tentang keharaman binatang buas yang
bertaring dan burung yang bercakar tajam, juga keharaman memakai kain sutera bagi laki-laki, dan sebagainya.
Dari pengertaian sunnah yang telah dikemukakan diatas, maka sunnah dapat dibagi kedalam tiga macam, yaitu ;
1. Sunnah
Qouliyah, yaitu sunnah yang berupa perkataan-perkataan beliau tentang
suatu permasalahan yang berkaitan dengan hukum Syari’at.
2. Sunnah
Fi’liyah, yaitu sunnah yang berupa amaliyah yang dikerjakan oleh Nabi
Muhammad SAW, seperti cara beliau melaukan sholat, puasa, wudhu, dan
lain-lain.
3. Sunnah
Taqririyah, yaitu pengakuan/ pembenaran Nabi SAW terhadap perkataan
atau perbuatan yang bersumber dari sahabatnya, baik pembenaran itu
dengan diamnya atau tidak diingkarinya maupun dengan menyatakan
persetujuannya. Baik perkataan atau perbuatan sahabatnya itu dilakukan
didepannya ataupun dibelakangnya. Pembenaran terhadap perkataan atau
perbuatan sahabat ini dipandang sebagai hadits juga karena jika
perbuatan atau perkataan sahabat itu munkar tentu beliau melarangnya.
IV. KESIMPULAN
Dari
uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Al-Qur'an dan Al-Hadits/
As-Sunnah merupakan rujukan utama bagi hukum Syari’at islam. Al-Qur`an dan Hadits (sunnah) merupakan sumber pokok ajaran Islam.
Sunnah
mempunyai fungsi menjelaskan maksud ayat-ayat Al-Qur`an dan dapat pula
berdiri sendiri dalam menentukan sebagian dari pada beberapa hukum
Syari’at.
Bila Al-Qur`an telah mengatur suatu hukum secara nash, maka sunnah ada kalanya mengukuhkan
hukum yang telah ada pada Al-Qur'an tersebut, Sehingga permasalahan
tersebut memiliki dua dasar hukum yang dapat dijadikan hujjah.
Jika
Al-Qur`an memberikan aturan secara global, maka sunnah akan memberikan
penjelasan tentang maksudnya. Kemudian, penjelasan sunnah tidak mungkin
keluar dari lingkup alternatif yang diberikan oleh Al-Qur`an.
Dan
jika terdapat suatu permasalahan yang belum terdapat hukumnya didalam
Al-Qur'an, maka rosululloh melalui sunnahnya akan menetapkan hukum bagi
permasalahan tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar