Pengertian Mawaris
Islam sebagai ajaran yang universal mengajarkan
tentang segala aspek kehidupan manusia,termasuk dalam hal pembagian
harta warisan. Islam mengajarkan tentang pembagian harta warisan dengan
seadil - adilnya agar harta menjadi halal dan bermanfaat serta tidak
menjadi malapetaka bagi keluraga yang ditinggalkannya. Dalam kehidupan
di masyaraakat, tidak sedikit terjadi perpecahan, pertikaian, dan
pertumpahan darah akibat perebutan harta warisan.
Pembagian
harta warisan didalam islam diberikan secara detail, rinci, dan
seadil-adilnya agar manusia yang terlibat didalamnya tidak saling
bertikai dan bermusuhan. Dengan adanya system pembagian harta warisan
tersebut menunjukan bahwa islam adalah agama yang tertertib,teratur dan
damai. Pihak-pihak yang berhak menerima warisan dan cara pembagiannya
itulah yang perlu kita pelajari pada bab ini.
A. Pengertian Mawaris
Kata
mawaris berasal dari kata waris ( bahasa arab ) yang berarti mempusakai
harta orang yang sudah meninggal, atau membagi-bagikan harta
peninggalan orang yang sudah meninggal kepada ahli warisnya. Ahli waris
adalah orang-orang yang mempunyai hak untuk mendapat bagian dari harta
peninggalan
orang yang telah meninggal. Ahli
waris dapat digolongkan menjadi dua, yaitu ahli waris laki-laki dan ahli
waris perempuan ( lihat QS:Al - baqarah : 188 ). Karena sensitif atau
rawannya masalah harta warisan itu, maka dalam agama islam ada ilmu
faraid, yaitu ilmu yang mempelajari tentang warisan dan perhitungannya.
Salah satu dari tujuan ilmu tersebut adalah tidak terjadi perselisihan
atau perpecahan.
Ahli waris laki-laki ada 15 orang, yaitu sebagai berikut:
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus kebawah
3. Bapak
4. Kakak dari bapak dan terus keatas
5. Saudara laki-laki sekandung
6. Saudara laki-laki sebapak
7. Saudara laki-laki seibu
8. Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
9. Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak
10. Paman yang sekandung dengan bapak
11. Paman yang sebapak dengan bapak
12. Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak
13. Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak
14. Suami
15. Laki-laki yang memerdekakan si pewaris
( Keterangan no.1
– 13 berdasarkan pertalian darah. Jika lima belas orang itu ada, maka
yang dapat menerima hanya tiga, yaitu anak laki-laki, suami, dan bapak
).
Ahli waris perempuan ada 10, yaitu sebagai berikut:
1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki
3. Ibu
4. Nenek dari ibu
5. Nenek dari bapak
6. Saudara perempuan kandung
7. Saudara perempuan bapak
8. Saudara perempuan seibu
9. Istri
10. Wanita yang memerdekakan si pewaris
( Keterangan no.1 - 8 berdasarkan pertalian darah. Jika
10 orang itu ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya lima orang
yaitu, Istri, anak perempuan, ibu, cucu perempuan, dan saudara perempuan kandung )
Jika
25 ahli waris itu ada, maka yang bisa menerimanya hanya lima orang
yaitu, suami atau istri, ibu, bapak, anak laki-laki dan anak perempuan.
B. Dalil Tentang Mawaris
1. Ahli waris adalah orang yang berhak menerima warisan sebagaimana yang telah ditetapkan berdasarkan Al Qur’an dan Hadits.
Artinya:”Bagi
orang yang laki-laki ada hak dari harta peninggalan ibu, bapak, dan
kerabatnya.baik sedikit maupun banyak menurut bagian yang telah
ditetapkan.”( QS. An Nissa:7 )
Selanjutnya lihat pula Qs. An Nissa ayat 11, 12, dan 176.
2.
Dari hadits Rasulullah saw, ada yang menerangkan bagian warisan untuk
saudara perempuan yang lebih dua orang, bagian nenek dari bapak dan dari
ibu serta bagian cucu perempuan dari anak laki - laki dan lain-lain.
Zaid bin sabit adalah
sahabat Rasulullah saw.dari kalangan Anshar yang berasal dari suku
khajraj. Ia lahir di madinah tahun 11 SH/611M. Ia masuk islam pada
tahun pertama hijriyah dan menjadi sekretaris Rasulullah saw. Untuk
menulis wahyu yang turun, menulis surat - surat untuk pembesar kaum
yahudi serta menjadi penyusun mushaf di masa khalifah Abu Bakar As
Siddiq. Ia dikenal sangat ahli dalam ilmu Al Qur’an, tafsir, hadits dan
khususnya faraid sehingga dijuluki Ulama masyarakat. Pada masa
khalifah Umar bin Khattab dan Usman bin Affan, ia menjabat sebagai
mufti ( ahli fatwa ) yang paling berpengaruh
dalam bidang faraid, bahwa Rasulullah sendiri pernah bersabda, ”Yang
paling ahli dalam ilmu faraid di antara kalian adaah Zaid bin Sabit.”(
HR.Ibnu Majah dan Ahmad bin Hambal ). Zaid bin Sabit wafat di Madinah
pada tahun 45H/665M.
|
Artinya:” Sesungguhnya hak wali adalah untuk orang yang memerdekakan.”( Muttafakun alaih )
Artinya:”
Berikan warisan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan sisanya
untuk orang laki-laki yang paling berhak.”( Muttafakun alaih )
Artinya:”
Sesungguhnya Allah telah memberi hak kepada orang yang memiliki hak dan
tidak ada wasiat untuk ahli waris.”( HR.Abu Daud )
C. Ketentuan Hukum Islam Tentang Mawaris
Berdasarkan ketentuan perolehan atau bagian dari harta warisan, ahli waris dapat dikatagorikan menjadi 2 golongan,yaitu sebagai berikut :
1. Zawil Furud
Zawil
Furud adalah ahli waris yang perolehan harta warisannya sudah
ditentukan oleh dalil Al Quran dan Hadits (lihat QS.An Nissa:11, 12, dan
176). Dari ayat Al Qur’an tersebut, dapat diuraikan orang yang mendapat
seperdua, seperempat, dan seterusnya.
A. Ahli waris yang mendapat ½ , yaitu sebagai berikut:
1). Anak pempuan tunggal
2). Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki
3). Saudara perempuan tunggal yang sekandung
4). Saudara perempuan tunggal yang sebapak apabila saudara perempuan yang sekandung tidak ada
5). Suami apabila istrinya tidak mempunyai anak, atau cucu (laki-laki ataupun perempuan) dari anak laki-laki
B. Ahli waris yang mendapat 1/4, yaitu sebagai berikut:
1). Suami apabila istrinya mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki
2). Istri ( seorang atau lebih ) apabila suaminya tidak mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki
C. Ahli waris yang mendapat 1/8, yaitu istri ( seorang atau lebih ) apabila suami mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki
D. Ahli waris yang mendapat 2/3, yaitu sebagai berikut:
1. Dua orang anak perempuan atau lebih apabila tidak ada anak laki-laki ( menurut sebagian besar ulama )
2. Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki apabila anak perempuan tidak ada
( diqiyaskan kepada anak perempuan )
3. Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sekandung ( seibu sebapak )
4. Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak
E. Ahli waris yang mendapat 1/3, yaitu sebagai berikut:
1. Ibu, apabila anaknya yang meninggal tidak mempunyai anak atau cucu, atau dia tidak saudara - saudara ( laki-laki atau perempuan ) yang sekandung, yang sebapak atau yang seibu
2. Dua orang atau lebih ( laki-laki atau perempuan ) yang seibu apabila tidak ada anak atau cucu atau anak
F. Ahli waris yang mendapat 1/6, yaitu sebagai berikut:
1. Ibu, apabila anaknya yang meninggal itu mempunyai cucu ( dari anak laki-laki ) atau mempunyai saudara-saudara( laki-laki atau perempuan ) yang sekandung, yang sebapak atau seibu
2. Bapak, apabila anaknya yang meninggal mempunyai anak atau cucu ( laki-laki atau perempu an ) dari anak laki-laki
3).
Nenek ( ibu dari ibu atau ibu dari bapak ). Nenek mendapat 1/6 apabila
ibu tidak ada. Jika nenek dari bapak atau ibu masih ada, maka keduanya
mendapat bagian yang sama dari bagian yang 1/6 itu
4). Cucu perempuan ( seorang atau lebih ) dari laki-laki apabila orang yang meninggal mempunyai anak tunggal. Akan tetapi, apabila anak perempuan lebih dari seorang, maka cucu perempuan tidak mendapat apa-apa
5). Kakek apabila orang yang meninggal mempunyai anak atau cucu ( dari anak laki-laki ), sedangkan bapaknya tidak ada
6). Seorang saudara ( laki-laki atu perempuan ) yang seibu
7).
Saudara perempuan yang sebapak ( seorang atau lebih ) apabila
saudaranya yang meninggal itu mempunyai seorang saudara perempuan
kandung. Ketentuan pembagian seperti itu dimaksudkan untuk menggenapi
jumlah bagian saudara kandung dan saudara sebapak menjadi 2/3 bagian. Apabila saudara kandungnya ada dua orang atau lebih, maka saudara sebapak tidak mendapat bagian
2. Asabah
Asabah
adalah ahli waris yang bagian penerimanya tidak ditentukan, tetapi
menerima dan menghabiskan sisanya. Apabila yang meninggal itu tidak
mempunyai ahli waris yang mendapat bagian tertentu ( zawil furud ), maka
harta peninggalan itu semuanya diserahkan kepada asabah. Akan tetapi
apabila ada diantara ahli waris yang mendapat bagian tertentu, maka
sisanya menjadi bagian asabah yang dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:
A. Asabah binafsih
Asabah binafsih yaitu asabah yang berhak mendapat semua harta atau semua sisa, diatur menurut susunan sebagai berikut:
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus kebawah asal saja pertaliannya masih terus laki – laki
3. Bapak
4. Kakek ( datuk ) dari pihak bapak dan terus keatas, asal saja pertaliannya belum putus dari pihak bapak
5. Saudara laki - laki sekandung
6. Saudara laki - laki sebapak
7. Anak saudara laki - laki kandung
8. Anak laki - laki kandung
9. Paman yang sekandung dengan bapak
10. Paman yang sebapak dengan bapak
11. Anak laki - laki paman yang sekandung dengan bapak
12. Anak laki - laki paman yang sebapak dengan bapak
Asabah
- asabah tersebut dinamakan asabah binafsih, karena mereka langsung
menjadi asabah tanpa disebabkan oleh orang lain. Apabila asabah tersebut
diatas semuanya ada, maka tidak semua dari mereka mendapat bagian, akan
tetapi harus didahulukan orang-orang ( asabah ) yang lebih dekat dengan
pertaliannya, dengan orang yang meninggal itu. Jadi, penentuannya
diatur menurut nomor urut yang tersebut diatas.
Jika
ahli waris yang ditinggalkan itu anak laki-laki dan anak perempuan,
maka mereka mengambil semua harta atau semua sisa. Cara pembagiannya
ialah untuk anak laki-laki mendapat dua kali lipat bagian anak
perempuan.
Artinya:”Allah
telah menetapkan tentang pembagian harta warisan terhadap anak-anak.
Untuk seorang laki-laki sebanyak bagian dua orang perempuan.” ( QS. An
Nisa:11 )
B. Asabah Bilgair
Perempuan juga ada yang menjadi asabah dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Anak
laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi asabah dengan
ketentuan bahwa untuk laki-laki mendapat dua kali lipat perempuan
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki yang dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi asabah
3. Saudara laki-laki sekandung juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi asabah
4. Saudara laki-laki sebapak juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi asabah
Keempat
macam asabah diatas dinamakan asabah bilgair ( asabah dengan sebab
orang lain ). Jika ahli waris yang ditinggalkan dua orang saudara atau
lebih, maka cara pembagiannya adalah untuk saudara laki - laki dua kali
lipat perempuan( QS.An Nisa:176 )
C. Asabah Ma’algair
Selain daripada yang telah disebutkan sebelumnya, ada dua lagi asabah yang dinamakan asabah ma’algair ( asabah bersama orang lain ). Asabah ini hanya dua macam, yaitu sebagai berikut:
1. Saudara
perempuan sekandung apabila ahli warisnya saudara perempuan sekandung (
seorang atau lebih ) dan anak perempuan ( seorang atau lebih ) atau
saudara perempuan sekandung dan cucu perempuan ( seorang atau lebih ),
maka saudara perempuan menjadi asabah ma’algair. Sesudah ahli waris yang
lain mengambil bagian masing-masing, sisanya menjadi bagian saudara
perempuan tersebut.
2. Saudara
perempuan sebapak apabila ahli saudara perempuan sebapak ( seorang atau
lebih ) dan anak perempuan ( seorang atau lebih ), atau saudara
perempuan sebapak dan cucu perempuan ( seorang
atau lebih ), maka saudara perempuan menjadi asabah ma’algair. Jadi,
saudara perempuan sekandung atau sebapak dapat menjadi asabah ma’algair
apabila mereka tidak mempunyai saudara laki-laki. Akan tetapi, apabila
mereka mempunyai saudara laki - laki maka kedudukannya berubah menjadi
asabah bilgair ( saudara perempuan menjadi asabah karena ada saudara
laki - laki ).
3.Hijab dan Mahjub
Hijab
( penghalang ), yaitu ahli waris yang lebih dekat dapat menghalangi
ahli waris yang lebih jauh sehingga ahli waris yang lebih jauh tidak
dapat menerima, atau bisa menerima, tetapi bagiannya menjadi berkurang.
Hijab dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1. Hijab hirma,yaitu ahli waris yang lebih dekat dapat menghalangi ahli waris yang lebih jauh sama sekali tidak menerima bagian. Contohnya, kakek terhalang oleh bapak, dan cucu terhalang oleh anak
2. Hijab nuqsan ( mengurangi ), yaitu ahli waris lebih dekat dapat menghalangi ahli waris yang lebih jauh
sehingga ahli waris yang lebih jauh bagiannya berkurang Contoh, jika
jenazah meninggalkan anaknya, suami mendapat 1/4, dan jika tidak
meninggalkan anak mendapat 1/2
Mahjub (
terhalang ), ahli waris yang lebih jauh terhalang oleh ahli waris waris
yang lebih dekat sehingga sama sekali tidak dapat menerima, atau
menerima, tetapi bagiannya berkurang
4. Batalnya Hak Menerima Waris
Sekalipun berhak menerima waris yang seseorang meninggal dunia, tetapi hak itu dapat batal karena hal - hal berikut ini.
1. Tidak
beragama islam. Hukum islam hanya untuk umat islam, maka seorang bapak
yang tidak beragama islam tidak mewarisi harta anaknya yang beragama
islam, demikian juga sebaliknya
2. Murtad
dari agama islam. Sekalipun mulanya beragama islam, tetapi kemudian
pindah agama lain, maka ia tidak berhak lagi mempusakai harta
keluarganya yang beragama islam
3. Membunuh.
Orang yang membunuh tidak berhak mendapat harta waris dari orang yang
dibunuhnya sebagaimana sabda Rasulullah.,”Tidaklah si pembunuh mewarisi
harta orang yang dibunuhnya,sedikitpun. “( HR.Ahli Hadits )
4. Menjadi
hamba. Seseorang yang menjadi hamba orang lain tidak berhak menerima
harta waris dari keluarganya karena harta harta tersebut akan jatuh pula
ketangan orang yang menjadi majikannya ( lihat QS.An Nahl:75 )
D. Ketentuan Tentang Harta Sebelum Pembagian Warisan
Pada saat jenazah telah dimakamkan, sebelum dilaksanakan pembagian warisan, pihak keluarga atau
ahli waris terlebih dulu harus menyelesaikan beberapa hal yang ada
sangkut pautnya dengan harta peninggalan, yaitu sebagai berikut:
1. Zakat,
apabila telah sampai saatnya untuk mengeluarkan zakat harta, maka harta
peninggalan dikeluarkan untuk zakat mal terlebih dahulu atau zakat
fitrah
2. Hutang, apabila si jenazah meninggalkan hutang, maka hutang itu harus dibayar lebih dulu
3. Biaya
perawatan, yaitu pembelanjaan yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan
dan pengurusan jenazah seperti membeli kain kafan dan biaya penguburan
hingga si jenazah selesai dimakamkan
4. Membayar
wasiat, apabila sebelum meninggal ia berwasiat, maka harus dibayarkan
lebih dulu, asalkan tidak melebihi⅓ harta peninggalan. Berwasiat tidak
dibenarkan kepada ahli waris karena mereka telah mendapat bagian dari
harta warisan yang akan ditinggalkannya. Lain halnya semua ahli waris
setuju bahwa sebagian dari harta peninggalan itu boleh di wasiatkan
kepada seseorang di antara mereka
5. Memenuhi
nazar jenazah ketika masih hidup dan belum sempat dilaksanakan.
Misalnya, nazar untuk mewakafkan sebidang tanahnya, dan nazar untuk
ibadah haji.
Apabila semua hak yang tersebut di
atas telah di selesaikan semuanya, maka harta warisan yang masih ada
dapat dibagi - bagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
E. Perhitungan Dalam Pembagian Warisan
Jika seseorang meninggal dunia, kemudian ada ahli waris yang mendapat 1/6 bagian, dan seorang lagi mendapat 1/4 bagian, maka pertama - tama harus dicari KPK ( kelipatan persekutuan terkecil ) dari pembilang 6 dan 4, yaitu bilangan 12. Didalam ilmu faraid, KPK disebut asal masalah.
Asal masalah dalam ilmu faraid ada 7 macam, yaitu 2, 3, 4, 6, 8, 12, dan 24.
Contoh kasus 1.
Ada
seseorang perempuan meninggal dunia, ahli warisnya adalah bapak, ibu,
suami, dua anak laki-laki, dan satu anak perempuan. Harta peninggalannya
sebanyak Rp 1.800.000. Berapakah bagian masing - masing ahli waris?
Bapak = 1/6 ( karena ada anak laki-laki )
Ibu = 1/6 ( karena ada anak )
Suami = 1/4 ( karena ada anak )
Anak = Asabah ( karena ada anak laki-laki dan perempuan )
Asal masalah (KPK) = 12
Bapak = 1/6 * 12 = 2
Ibu = 1/6 * 12 = 2
Suami = 1/4 * 12 = 3
Jumlah = 7
Sisa ( bagian anak ) = 12 – 7 = 5
Bagian bapak = 2/12*Rp 1.800.000 = Rp 300.000
Bagian ibu = 2/12*Rp 1.800.000 = Rp 300.000
Bagian suami = 3/12*Rp 1.800.000 = Rp 450.000
Bagian anak = 5/12*Rp 1.800.000 = Rp 750.000
Untuk
anak laki-laki mendapat dua kali lipat bagian anak perempuan sehingga
dua anak laki-laki mendapat empat bagian dan seorang anak perempuan
mendapat satu bagian. Harga warisan sisanya dibagi lima(5).
Bagian seorang anak laki-laki =2/5 * Rp750.000 = Rp300.000
Bagian seorang anak perempuan =1/5 * Rp750.000 = Rp150.000
Didalam
praktek pelaksanaan pembagian harta warisan, sering di jumpai kasus
kelebihan atau kekurangan harta sehingga pembagian harta waris
memerlukan metode perhitungan yang tepat.
Sebagaimana
contoh 1, sebelum memulai pembagian harta warisan, lebih dulu harus
ditetapkan angka asal masalah, yaitu mencari angka ( kelipatan
persekutuan ) terkecil yang dapat dibagi oleh
masing-masing angka penyebut dari bagian ahli waris guna memudahkan
dalam operasional hitungan. Misalnya bagian ahli waris 1/2 dan 1/3,
angka asal masalahnya ( KPK ) adalah 6 karena 6 dapat dibagi 2 dan 3 (
penyebutnya ). Bagian ahli waris 1/4, 2/3, 1/6, 1/4 angka asal
masalahnya adalah 12 karena angka 12 dapat dibagi 2, 3, dan 6. Bagian
ahli waris 1/8 dan 2/3, angka masalahnya 24 karena angka 24 dapat dibagi
8 dan 3. Demikian seterusnya.
Contoh kasus 2.
A. Seseorang
meninggal dunia, mewarisi harta sebesar Rp 12.000.000. Ahli warisnya
terdiri dari suami, anak perempuan, cucu perempuan dan saudara perempuan
sekandung, masing-masing mendapat bagian 3-6-2-1. Pembagiannya adalah
sebagai berikut:
_, Suami ( 1/4 ) = 3/12 * Rp 12.000.000 = Rp 3.000.000
_, Anak perempuan ( 1/2 ) = 6/12 * Rp 12.000.000 = Rp 6.000.000
_, Cucu perempuan ( 1/6 ) = 2/12 * Rp 12.000.000 = Rp 2.000.000
_, Saudara perempuan (1/2)= 1/12 * Rp 12.000.000 = Rp 1.000.000
B. Seseorang
meninggal dunia meninggalkan harta warisan sebesar Rp 36.000.000 dan
ahli waris terdiri dari ibu, suami, dan dua saudara seibu, masing-masing
mendapat bagian 1, 3, 2, pembagiannya adalah P:
_, Ibu (1/6) = 1/6 * Rp 36.000.000 = Rp 6.000.000
_, Suami (1/2) = 3/6 * Rp 36.000.000 = Rp 18.000.000
_, 2 Saudara (1/3) = 2/6 * Rp 36.000.000 = Rp 12.000.000
C. Si
pulan meninggal dunia meninggalkan harta warisan senilai Rp 14.400.000
dan meninggalkan ahli waris terdiri dari istri, cucu perempuan serta ibu
masing-masing mendapat bagian 3, 12, 4, pembagian sebagai berikut:
_, Istri (1/8) = 3/24 * Rp 14.400.000 = Rp 1.800.000
_, Cucu perempuan (1/2) = 12/24 * Rp 14.400.000= Rp 7.200.000
_, Ibu (1/6) = 4/24 * Rp 14.400.000 = Rp 2.400.000
Keterangan sisa harta Rp 3.000.000 diberikan kepada baitul mal.
Hal-hal yang harus kita perhatikan sebelum menghitung pembagian hak waris adalah sebagai berikut:
1. Supaya diperhatikan susunan ahli waris, apakah ada yang terhalang ( mahjub ) atau tidak ( gairu mahjub )
2. Kita
harus bisa membedakan atau memisahkan antara ahli waris zawil furud
atau asabah. Jika ternyata ada asabah lebih dari 1 kelompok maka asabah
yang urutannya lebih besar atau jauh supaya mengalah, dan turun
derajatnya menjadi ahli waris zawil furud.
F. Hukum Adat Tentang Warisan Dalam Pandangan Hukum Islam
Pembagian
harta warisan menurut hukum adat biasanya dilakukan atas dasar
kekeluargaan dan kerukunan serta keadilan antara para ahli waris.
Masalah pihak yang berhak memperoleh warisan, biasanya diutamakan mereka
yang paling dekat dengan si jenazah, bahkan secara adat biasanya anak
angkatpun memperoleh warisan karena kedekatannya itu.
Menurut hukum adat, harta peninggalan itu terdiri dari:
1. Harta peninggalan yang tidak dibagi( contohnya harta pusaka menurut adat Minang Kabau )
2. Harta benda yang dibagi, yaitu:
a. Harta
yang diberikan orang tua pada waktu mereka masih hidup. Dalam hal ini
ayah membagi-bagikan harta kekayaannya kepada anak - anaknya atas dasar
persamaan hak.
b. Harta yang diwariskan sewaktu orang tua masih hidup, tetapi penyerahannya dilakukan setelah ayah atau ibu wafat.
Pembagian
harta warisan secara adat di beberapa daerah bermacam-macam bentuknya
sesuai dengan karakter daerahnya masing-masing. Contonya di Aceh,
pekarangan rumah peninggalan harus diberikan kepada anak perempuan yang
tertua, sedangkan di daerah Sumatra utara ( Batak ), pekarangan rumah
harus diberikan kepada anak laki-laki tertua atau termuda, sedangkan
benda-benda keramat untuk anak laki-laki dan benda-benda perhiasan untuk
perempuan.
1. Hukum Adat Yang Sesuai Dengan Hukum Islam
Sebagaiman telah disebutkan diatas, bahwa hukum waris yang diundangkan oleh islam terdapat 2 macam kebaikan:
a. Islam mengikut sertakan kaum wanita sebagai ahli waris sebagaimana kaum pria
b. Islam membagi harta warisan kepada segenap ahliu waris secara demokratis dan adil.
Dalam
pembagian harta, biasanya berpijak pada dasar pemikiran yang konkret,
yakni memandang kepada wujud harta yang di tinggalkan sehingga harta
peninggalan itu tidak diperhitungkan secara rinci sesuai aturan agama.
Pembagian dilakukan menurut keadaan bendanya dengan pembagian yang
dipandang wajar misalnya ada yang memperoleh rumah, sawah, mobil, dan
gedung.
Menurut hukum adat, penbagian harta
warisan dilakukan setelah dibayarkan hutang-hutang dan sangkut paut
lainnya dari orang yang meninggal. Oleh karena itu, hukum adat tersebut
diatas mempunyai kemiripan, dan ketentuannya yang di benarkan oleh hukum
waris menurut ajaran agama islam.
2. Hukum Adat Yang Tidak Sesuai Dengan Ajaran Islam
Adapun
hukum adat yang tidak sesuai dengan ajaran islan adalah apabila
pembagiannya hanya berdasarkan nafsu atau ketidakadilan, seperti halnya
hanya memiih-milih atau terpaksa memberikan warisan karena adanya
ancaman dari pihak ahli waris. Salah satu contoh yang tidak sesuai
dengan hukum islam, antara lain anak angkat mendapat warisan, anak
perempuan lebih banyak mendapatkan harta warisan dari anak-anak
laki-laki, atau pembagian harta warisan tanpa ada musyawarah ( mufakat )
lebih dulu.
G. Hikmah Mawaris
Beberapa hikmah yang dapat diambil dari pengaturan waris menurut islam antara lain sebagai berikut:
1. Dengan
adanya ketentuan waris itu disamping akan membawa keteraturan dan
ketertiban dalam hal harta benda, juga untuk memelihara harta benda dari
satu generasi ke generasi lain.
2. Dapat
menegakan nilai-nilai perikemanusiaan, kebersamaan, dan demokratis di
antara manusia, khususnya dalam soal yang menyangkut harta benda.
3. Dengan
mempelajari ilmu waris berarti seorang muslim telah ikut memelihara dan
melaksakan ketentuan-ketentuan dari Allah swt. Yang terdapat dalam Al
Qur’an.
4. Menghindarkan
perpecahan antar keluarga yang disebabkan oleh pembagian harta warisan
yang tidak adil. Mengalirkan harta peninggalan kepada yang lebih
bermanfa’at agar lebih terjaminnya kesejahteraan keluarga secara merata.
5. Memelihara harta peninggalan dengan baik sehingga harta itu menjadi amal jariah bagi si jenazah.
6. Memperhatikan
anak yatim karena dengan harta yang di tinggalkan oleh orang tuanya
kehidupan anak - anak yang di tinggalkan itu akan lebih terjamin.
7. Dengan
pembagian yang merata sesuai dengan syariat, maka masing-masing anggota
keluarga akan merasakan suatu kepuasan sehingga dapat hidup dengan
tentram.
8. Dengan
mengetahui ilmu mawaris, maka setiap anggota keluarga akan memahami
hak-hak dirinya dan hak-hak orang lain, sehingga tidak akan terjadi
perebutan terhadap harta warisan tersebut.
Rangkuman
1. Mawaris
adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari cara-cara
pembagian harta warisan. Mawaris sering disebut ilmu Fara’id karena
mempelajari pembagian-pembagian penerima yang sudah ditentukan sehingga
ahli waris tidak boleh mengambil harta waris melebihi ketentuan.
2. Ahli waris zawil furud adalah para ahli waris yang bagian-bagian penerimaannya
sudah ditentukan. Ahli waris asabah adalah para ahli waris yang
bagiannya tidak ditentukan, tetapi menerima dan menghabiskan sisanya.
Hijab atau penghalang adalah ahli waris yang lebih dekat dapat
menghalangi ahli waris yang lebih jauh sehingga ahli waris yang lebih
jauh tidak menerima atau bisa menerima, tetapi bagiannya menjadi
berkurang. Mahjub atau Terhalang adalah ahli waris yang lebih jauh
terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat sehingga tidak dapat menerima atau menerima, tetapi berkurang bagiannya.
3. Sekalipun mempunyai hak menerima waris dari
seseorang yang meninggal dunia, tetapi hak itu dapat batal karena tidak
beragama islam, murtad dari agama islam, membunuh, atau menjadi hamba.
4. Pihak
keluarga atau ahli waris terlebih dulu harus menyelesaikan beberapa hal
yang ada sangkut pautnya dengan harta peninggalan, yaitu , zakat,
hutang, biaya perawatan, membayar wasiat, dan memenuhi nazar jenazah
ketika masih hidup dan belum sempat dilaksanakan.
0 komentar:
Posting Komentar